Pempek merupakan salah satu kuliner khas dari Palembang yang sudah dikenal di seluruh Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan. Pempek terbuat dari campuran daging ikan giling, tapioka, air, dan bumbu-bumbu, yang biasanya disajikan dengan kuah cuko . Rasa yang dihasilkan merupakan perpaduan harmonis antara rasa asin, pedas, dan gurih sehingga menjadikan pempek sebagai kuliner yang sangat lezat. Pempek memiliki tempat yang penting dalam identitas budaya, sejarah, geografi, dan gaya hidup masyarakat Palembang dan telah bertahan hingga kini. Oleh karena itu, penelitian ini memaparkan tentang asal-usul dan perkembangan makanan tradisional pempek serta pengaruhnya terhadap masyarakat sehingga menjadi identitas kota Palembang. Penelitian ini menggunakan pendekatan historis yang meliputi beberapa tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan narasi (historiografi).
Perantau Tionghoa yang datang ke Palembang pada abad ke-16 membawa pengaruh besar terhadap perkembangan kuliner Palembang, termasuk pempek. Mereka memperkenalkan teknik pengolahan makanan baru, seperti penggunaan tepung kanji atau sagu sebagai bahan pengikat. Nama "pempek" sendiri dipercaya berasal dari panggilan masyarakat kepada pedagang Tionghoa yang pertama kali membuat dan menjual pempek. Saat itu, masyarakat sering memanggil pedagang tersebut dengan sebutan "Apek" atau "Empek". Lama-kelamaan, sebutan itu pun melekat pada makanan yang dijualnya.
Daging ikan yang paling sering digunakan adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri memberikan rasa gurih dan aroma khas pada pempek. Namun, beberapa daerah mungkin menggunakan jenis ikan lain seperti ikan gabus atau ikan belida. Tepung sagu merupakan karbohidrat kompleks yang berasal dari pohon sagu. Tepung sagu memberikan tekstur kenyal dan sedikit lengket pada pempek. Telur berfungsi sebagai bahan pengikat dan memberikan tambahan protein pada adonan pempek. Bumbu-bumbu seperti bawang putih, merica, dan garam digunakan untuk memberikan rasa yang lebih kaya pada pempek.